Kumis ...

Tersebutlah seorang pria bernama
Nasrudin. Ia bersahabat karib dengan
raja. Suatu hari dengan tergopoh-gopoh
Nasrudin berlari ke istana menjumpai
sahabatnya. Sesampainya di sana, dengan
napas tersengal-sengal ia melapor,
“Celaka Baginda ... celaka... celaka...”

“Ada apa Nasrudin, pagi-pagi kok sudah
panik? Kenapa wajahmu pias begitu,
seolah dunia mau kiamat?”

“Yah, memang dunia mau kiamat, Baginda.
Tuhan sedang murka kepada dunia, Tuhan
akan membinasakan kita semua!”

“Lho, kok berkesimpulan begitu?” tanya raja.

“Baginda, begitu bangun dari tidur, aku
merasa dunia sangat bau. Di mana-mana
tercium bau busuk. Di kamar, bau.
Kudekati istriku, bau juga. Di kamar
tamu, sama saja, semua bau. Aku keluar
rumah, ternyata sekelilingku juga bau.
Pohon-pohon bau, rumput bau, pagar bau,
tetangga bau, semua membusuk. Celaka
baginda, Tuhan mulai menghukum dunia,
semua akan kiamat!”

“Hmm … tenang Nasrudin, tenang. Tarik
nafasmu baik-baik. Minum dulu,” raja
menghibur seraya mengangsurkan segelas air.

Sesudah Nasrudin agak tenang, raja
berkata lagi, “Sekarang, pergilah ke
kamar mandi dan bersihkan dirimu. Dan
yang terpenting, bilas kumismu yang
lebat itu!”

Nasrudin pun menuju kamar mandi. Seluruh
kepala dan wajahnya dia bilas dengan
sabun wangi. Dan aneh bin ajaib, tak ada
lagi bau busuk. Dia bingung, semuanya
normal kembali. Bahkan, yang tercium
sekarang cuma semerbak wangi.

Nasrudin kembali menghadap raja,
“Baginda, ini tak masuk akal, ke mana
bau busuk tadi?”

Raja tertawa terpingkal-pingkal. “Ha ha
ha … Nasrudin ... Nasrudin ....,
sebenarnya tidak ada yang bau. Bau busuk
yang kamu cium sejak subuh tadi
sebenarnya berasal dari kumismu. Coba
ceritakan, semalam kamu tidur di mana,
tidur dengan siapa, sehingga kumismu bau
begitu?”

Terperanjat, perlahan-lahan Nasrudin
mulai ingat kejadian semalam. Ketika
hampir nyenyak, entah bagaimana asal
mulanya, anak bungsunya yang berumur
sekitar 3 tahun memegang kotorannya
sendiri, lalu memoles-moleskannya ke
kumis sang ayah. Itulah biang bau yang
membuat Nasrudin sangat panik.

Demikianlah Nasrudin kembali ke rumahnya
dan yakin bahwa dunia tidak sebusuk yang
dia bayangkan.

* * *

Dear friends, kita sering melihat dunia
ini kotor dan jorok, mencium negeri ini
busuk dan tengik, atau merasa bangsa ini
kumuh dan kacau. Mungkin itu benar, tapi
mungkin juga tidak. Bisa jadi perasaan,
penglihatan, dan penciuman semacam itu
cuma disebabkan ‘kumis’ kita cemar.

Karena itu hendaklah kita rutin
membersihkan kumis sendiri. Itu berarti
kita harus membebaskan diri, hati, dan
pikiran kita dari prasangka-prasangka
negatif, konsep-konsep yang belum tentu
benar, teori-teori yang belum terbukti,
atau kabar-kabar kabur sebelum kita
menilai dan menghakimi sesama, orang
lain, dan dunia ini.

No comments: